Senin, 28 November 2011

Fenomenologi Sosial Dari Alfred Schutz (1899-1959)


By: Monique 
1.      Berkenalan Dengan Alfred Schutz?
Alfred Schutz lahir di Wina pada tahun 1899 dan meninggal di New York pada tahun 1959. Ia menyukai musik, pernah bekerja di bank mulai berkenalan dengan ilmu hukum dan sosial. Ia mengikuti pendidikan akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmu-ilmu hukum dan sosial. Gurunya yang sangat terkenal adalah Hans Kelsen (ahli hukum), Ludwig Von Mises (ekonom), dan Friedrich Von Wieser dan Othmar Spann (keduanya ahli sosiologi).
Pendidikan formal ini dijalankan Schutz setelah ia mengikuti Perang Dunia I. Selama kuliah ia menjadi sangat tertarik pada karya-karya Max Weber dan Edmund Husserl. Setelah lulus ilmu hukum, dia malah bekerja di bidang perbankan untuk jangka waktu yang sangat lama. Meskipun penghasilannya sangat besar tetapi dia merasa perbankan bukanlah tempat yang cocok baginya untuk mengaktualisasikan diri.
Schutz akhirnya banting setir yang mulai mempelajari sosiologi khususnya fenomenologi yang dianggap memberi makna dalam pekerjaan dan hidup. Di tahun 1920-an meskipun bukan seorang Dosen, tetapi hampir seluruh temannya adalah dosen perguruan tinggi sehingga dia mulai terjun ke dunia akademik. Dia mulai mengajar dengan bantuan temannya dan bahkan memberikan kuliah di Perguruan Tinggi serta dapat berpartisipasi dalam diskusi dan seminar ilmiah. Setelah menerbitkan Der Sinnhafte Aufbau der sozialen welt,  Schutz akhirnya berkenalan secara pribadi dengan Edmund Husserl yang menawarinya menjadi asisten tetapi Schutz menolaknya.  
Dalam teori Schutz sangat kental pengaruh Weberian-nya khususnya karya-karya mengenai tindakan (action) dan tipe ideal (ideal type). Meskipun Schutz terkagum-kagum pada Weber tetapi ia beusaha mengatasi kelemahan yang ada di dalam karya Weber dengan menyatukan ide filsuf besar Edmund Husserl dan Henri Bergson.
Schutz sangat ingin mendirikan Sekolah Tinggi Ekonomi Austria dengan menggunakan paradigma theory of action yang bersifat subyektif tapi ilmiah. Keinginannya ini mempengaruhi dirinya menerbitkan buku yang sangat berharga di bidang sosiologi yang berjudul  The Phenomenology of the social world yang diterbitkan tahun 1932 dalam bahasa Jerman. Buku ini baru diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris tahun 1967, sehingga karya Schutz baru mendapat perhatian serius dan penghargaan dari Amerika Serikat tiga puluh tahun sejak diterbitkan.
Dalam karir akademiknya tercatat di tahun 1943, Schutz mengajar di The New York School of Research yang sebelumnya bernama Alvin Johnson’s University. Meski siang hari dia menjadi bankir namun di malam hari dirinya mengabdikan diri untuk dunia pendidikan. Tapi tidak sampai tahun 1956 dia berhenti menjadi konsultan perbankan  dan berkonsentrasi menjadi dosen di News School for Research.
Selain mengajar Schutz juga aktif menerbitkan tulisan-tulisan di jurnal penelitian Philosophy and Phenomenological Research.  Schutz menjadi staf redaksi jurnal itu di tahun 1941. Di tahun 1952, Dia dinobatkan sebagai Guru Besar di News York School for Research dan mengajar di sana sampai dia meninggal di tahun 1959.
Meski Schutz telah tiada tetapi koleksi karya-karyanya diterbitkan dalam tiga jilid di tahun 1962, 1964 dan 1966. Bahkan Thomas Luckman seorang guru besar di Universitas Frankfurt mengumpulkan catatan dan tulisan Schutz dan membuatnya menjadi buku Die Strukturen der Lebenswelt yang dialibahasakan ke dalam bahasa Inggris di tahun 1970 dengan judul Reflection on the problem of relevance.
2.      Mengintip Fenomenologi Secara Umum
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, Phainoai, yang berarti ‘menampak’  dan phainomenon merujuk pada ‘yang menampak’. Istilah fenomenologi diperkenalkan oleh Johann Heirinckh. Meskipun demikian pelopor aliran fenomenologi adalah Edmund Husserl.
Jika dikaji lagi Fenomenologi itu berasal dari phenomenon  yang berarti realitas yang tampak. Dan logos yang berarti ilmu. Jadi fenomenologi adalah ilmu yang berorientasi untuk mendapatkan penjelasan dari realitas yang tampak.
Fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka intersubyektivitas (pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain). (Kuswarno,2009:2)
Fenomenologi berasumsi bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasi pengelaman-pengelamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengelaman pribadinya (Littlejohn,2009:57).
Fenomena yang tampak adalah refleksi dari realitas yang tidak dapat berdiri sendiri, karena ia memiliki makna yang memerlukan penafsiran yang lebih lanjut. Tokoh-tokoh fenomenologi ini diantaranya Edmund Husserl, Alfred Schutz dan Peter. L Berger dan lainnya.
Fenomenologi menerobos fenomena untuk dapat mengetahui makna hakikat terdalam dari fenomena tersebut untuk  mendapatkan hakikatnya. Cara kerja dari fenomenologi ini dapat dilihat pada bagan  berikut ini:








Tujuan dari fenomenologi, seperti yang dikemukakan oleh Husserl, adalah untuk mempelajari fenomena manusia tanpa mempertanyakan penyebabnya, realitas yang sebenarnya, dan penampilannya. Husserl mengatakan, “Dunia kehidupan adalah dasar makna yang dilupakan oleh ilmu pengetahuan.” Kita kerap memaknai kehidupan tidak secara apa adanya, tetapi berdasarkan teori-teori, refleksi filosofis tertentu, atau berdasarkan oleh penafsiran-penafsiran yang diwarnai oleh kepentingan-kepentingan, situasi kehidupan, dan kebiasaan-kebiasaan kita. Maka fenomenologi menyerukan zuruck zu de sachen selbst (kembali kepada benda-benda itu sendiri), yaitu upaya untuk menemukan kembali dunia kehidupan.
Terdapat dua garis besar di dalam pemikiran fenomenologi, yakni fenomenologi transsendental sepeti yang digambarkan dalam kerja Edmund Husserl dan fenomenologi sosial yang digambarkan oleh Alfred Schutz. Menurut Deetz (Ardianto,dkk, 2007:127) dari dua garis besar tersebut (Husserl dan Schutz) terdapat tiga kesamaan yang berhubungan dengan studi komunikasi, yakni pertama  dan prinsip yang paling dasar dari fenomenologi – yang secara jelas dihubungkan dengan idealism Jerman – adalah bahwa pengetahuan tidak dapat ditemukan dalam pengalaman eskternal tetapi dalam diri kesadaran individu.  Kedua, makna adalah derivasi dari potensialitas sebuah objek atau pengalaman yang khusus dalam kehidupan pribadi. Esensinya, makna yang beraal dari suatu objek atau pengalaman akan bergantung pada latar belakang individu dan kejadian tertentu dalam hidup. Ketiga, kalangan fenomenolog percaya bahwa dunia dialami – dan makna dibangun – melalui bahasa. Ketiga dasar fenomenologi ini mempunyai perbedaan derajat signifikansi, bergantung pada aliran tertentu pemikiran fenomenologi yang akan dibahas.
3.      Fenomenologi Sosial Schutz
Schutz dengan aneka latar belakangnya memberikan warna tersendiri dalam tradisi fenomenologi sebagai kajian ilmu komunikasi. Sebagai seorang ekonom yang suka dengan musik dan tertarik dengan filsafat begitu juga beralih ke psikologi, sosiologi dan ilmu sosial lainnya terlebih komunikasi membuat Schutz mengkaji fenomenologi secara lebih komprehensif dan juga mendalam.
Schutz sering dijadikan centre dalam penerapan metodelogi penelitian kualitatif yang menggunakan studi fenomenologi. Pertama, karena melalui Schutz-lah pemikiran dan ide Husserl yang dirasa abstrak dapat dijelaskan dengan lebih gamblang dan mudah dipahami. Kedua,  Schutz merupakan orang pertama yang menerapkan fenomenologi dalam penelitian ilmu sosial.
Dalam mempelajari dan menerapkan fenomenologi sosial ini, Schutz mengembangkan juga model tindakan manusia (human of action) dengan tiga dalil umum yaitu:
§  The postulate of logical consistency (Dalil Konsistensi Logis)
Ini berarti konsistensi logis mengharuskan peneliti untuk tahu validitas tujuan penelitiannya sehingga dapat dianalisis bagaimana hubungannya dengan kenyataan kehidupan sehari-hari. Apakah bisa dipertanggungjawabkan ataukah tidak.
§  The postulate of subjective interpretation (Dalil Interpretasi Subyektif)
Menuntut peneliti untuk memahami segala macam tindakan manusia atau pemikiran manusia dalam bentuk tindakan nyata. Maksudnya peneliti mesti memposisikan diri secara subyektif dalam penelitian agar benar-benar memahami manusia yang diteliti dalam fenomenologi sosial.
§  The postulate of adequacy  (Dalil Kecukupan)
Dalil ini mengamanatkan peneliti untuk membentuk konstruksi ilmiah (hasil penelitian) agar peneliti bisa memahami tindakan sosial individu. Kepatuhan terhadap dalil ini akan memastikan bahwa konstruksi sosial yang dibentuk konsisten dengan konstruksi yang ada dalam realitas sosial.
Schutz dalam mendirikan fenomenologi sosial-nya telah mengawinkan fenomenologi transendental-nya Husserl dengan konsep verstehen yang merupakan buah pemikiran weber.
Jika Husserl hanya memandang filsafat fenomenologi (transendental) sebagai metode analisis yang digunakan untuk mengkaji ‘sesuatu yang muncul’, mengkaji fenomena yang terjadi di sekitar kita. Tetapi Schutz melihat secara jelas implikasi sosiologisnya didalam analisis ilmu pengetahuan, berbagai gagasan dan kesadaran. Schutz tidak hanya menjelaskan dunia sosial semata, melainkan menjelaskan berbagai hal mendasar dari konsep ilmu pengetahuan serta berbagai model teoritis dari realitas yang ada.
Dalam pandangan Schutz memang ada berbagai ragam realitas termasuk di dalamnya dunia mimpi dan ketidakwarasan. Tetapi realitas yang tertinggi itu adalah dunia keseharian yang memiliki sifat intersubyektif yang disebutnya sebagai the life world.
Menurut Schutz ada enam karakteristik yang sangat mendasar dari the life world ini, yaitu pertama, wide-awakeness (ada unsur dari kesadaran yang berarti sadar sepenuhnya). Kedua, reality (orang yakin akan eksistensi dunia). Ketiga, dalam dunia keseharian orang-orang berinteraksi. Keempat, pengelaman dari seseorang merupakan totalitas dari pengelaman dia sendiri. Kelima, dunia intersubyektif dicirikan terjadinya komunikasi dan tindakan sosial. Keenam, adanya perspektif waktu dalam masyarakat.
Dalam the life wolrd ini terjadi dialektika yang memperjelas konsep ‘dunia budaya’ dan ‘kebudayaan’.  Selain itu pada konsep ini Schutz juga menekankan adanya stock of knowledge yang memfokuskan pada pengetahuan yang kita miliki atau dimiliki seseorang. stock of knowledge terdiri dari knowledge of skills dan useful knowledge. stock of knowledge sebenarnya merujuk pada  content (isi), meaning (makna), intensity (intensitas), dan duration (waktu). Schutz juga sangat menaruh perhatian pada dunia keseharian dan fokusnya hubungan antara dunia keseharian itu dengan ilmu (science), khususnya ilmu sosial.
Schutz mengakui fenomenologi sosialnya mengkaji tentang intersubyektivitas dan pada dasarnya studi mengenai intersubyektivitas adalah upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti:
§  Bagaimana kita mengetahui motif, keinginan, dan makna tindakan orang lain?
§  Bagaimana kita mengetahui makna atas keberadaan orang lain?
§  Bagaimana kita dapat mengerti dan memahami atas segala sesuatu secara mendalam?
§  Bagaimana hubungan timbal balik itu dapat terjadi?
Realitas intersubyektif yang bersifat sosial memiliki tiga pengertian, yaitu:
§  Adanya hubungan timbal balik atas dasar asumsi bahwa ada orang lain dan benda-benda yang diketahui oleh semua orang.
§  Ilmu pengetahuan yang intersubyektif itu sebenarnya merupakan bagian ilmu pengetahuan sosial.
§  Ilmu pengetahuan yang bersifat intersubyektif memiliki sifat distribusi secara sosial.
Ada beberapa tipifikasi yang dianggap penting dalam kaitan dengan intersubyektivitas, antara lain :
§  Tipifikasi pengelaman (semua bentuk yang dapat dikenali dan diidentifikasi, bahkan berbagai obyek yang ada di luar dunia nyata, keberadaannya didasarkan pada pengetahuan yang bersifat umum).
§  Tipifikasi benda-benda (merupakan sesuatu yang kita tangkap sebagai ‘sesuatu yang mewakili sesuatu’.
§  Tipifikasi dalam kehidupan sosial (yang dimaksudkan sosiolog sebagai System, role status, role expectation, dan institutionalization itu dialami atau melekat pada diri individu dalam kehidupan sosial).
Schutz mengidentifikasikan empat realitas sosial, dimana masing-masing merupakan abstraksi dari dunia sosial dan dapat dikenali melalui tingkat imediasi dan tingkat determinabilitas. Keempat elemen itu diantaranya umwelt, mitwelt, folgewelt, dan vorwelt.
§  Umwelt, merujuk pada pengelaman yang dapat dirasakan langsung di dalam dunia kehidupan sehari-hari.
§  Mitwelt, merujuk pada pengelaman yang tidak dirasakan dalam dunia keseharian.
§  Folgewelt, merupakan dunia tempat tinggal para penerus atau generasi yang akan datang.
§  Vorwelt, dunia tempat tinggal para leluhur, para pendahulu kita.
Schutz juga mengatakan untuk meneliti fenomena sosial, sebaiknya peneliti merujuk pada empat tipe ideal yang terkait dengan interaksi sosial. Karena interaksi sosial sebenarnya berasal dari hasil pemikiran diri pribadi yang berhubungan dengan orang lain atau lingkungan. Sehingga untuk mempelajari interaksi sosial antara pribadi dalam fenomenologi digunakan empat tipe ideal berikut ini:
§  The eyewitness (saksi mata)
Yaitu seseorang yang melaporkan kepada peneliti sesuatu yang telah diamati di dunia dalam jangkauan orang tersebut.
§  The insider (orang dalam)
Seseorang yang karena hubunganya  dengan kelompok yang lebih langsung dari peneliti sendiri, lebih mampu melaporkan suatu peristiwa, atau pendapat orang lain, dengan otoritas berbagi sistem yang sama relevansinya sebagai anggota lain dari kelompok. peneliti menerima informasi orang dalam sebagai ‘benar’ atau sah, setidaknya sebagian, karena pengetahuannya dalam konteks situasi lebih dalam dari saya.
§  The analyst (analis)
Seseorang yang berbagi informasi relevan dengan peneliti, orang itu telah mengumpulkan informasi dan mengorganisasikannya sesuai dengan sistem relevansi .
§  The commentator (komentator)
Schutz menyampaikan juga empat unsur pokok fenomenologi sosial yaitu”
§  Pertama, perhatian terhadap aktor.
§  Kedua, perhatian kepada kenyataan yang penting atau yang pokok dan kepada sikap yang wajar atau alamiah (natural attitude).
§  Ketiga, memusatkan perhatian kepada masalah mikro.
§  Keempat, memperhatikan pertumbuhan, perubahan, dan proses tindakan. Berusaha memahami bagaimana  keteraturan dalam masyarakat diciptakan dan dipelihara dalam pergaulan sehari-hari.
4.      Referensi
1)      Ardianto, Elvinaro & Bambang Q.Anees. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
2)      Ardianto, Elvinaro. 2010. Metodologi Penelitian untuk Publik Relation Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
3)      Kuswarno, Engkus. 2009. Fenomenologi (fenomena pengemis kota bandung). Bandung: Widya Padjadjaran.
4)      Littlejohn, Stephen W & Karen A.Foss. 2009. Teori Komunikasi (Theories of Human Communication). Jakarta: Salemba Humanika.
5)      Manafe, Yeremia Djefri. 2010. Dasar-Dasar Teori Komunikasi (Edisi Revisi). Kupang:Undana Press.
6)      Schutz, Alfred dalam John Wild dkk. 1967. The Phenomenology of the Social World. Illinois: Northon University Press.
7)      Syam, Nina W. 2009. Sosiologi Komunikasi. Bandung: Humaniora.

2 komentar:

  1. Halo , Ibu Icha. Saya Faisal mahasiswa di Jakarta. Saya ingin tanya untuk jenis tipifikasi alfred schutz referensi bukunya apa ya? Saya sedang skripsi. Terima kasih

    BalasHapus